Minggu, 22 April 2007
Rata-rata, alat ini mampu memulihkan pendengaran sekitar 70-80 persen dari pendengaran normal.
Saat itu, Aaron Manik berusia dua bulan. Tubuhnya montok, kulitnya putih, menggemaskan sekali. Namun, Villy Chandra, sang ibu, merasa ada sesuatu yang beres pada Aaron. ''Dia tidak pernah kaget bila tiba-tiba ada barang yang jatuh di dekatnya,'' tutur Villy, belum lama ini.
Naluri Villy tidak salah. Setelah diperiksa oleh dokter telinga, hidung, dan tenggorokan (THT), diketahui syaraf pendengaran Aaron tidak sempurna. Namun, dokter THT di Jakarta itu tak bisa memberikan solusi yang melegakan bagi Villy. ''Katanya, pendengaran Aaron baru bisa diperbaiki setelah dia berusia lebih besar lagi".
Tak ingin anaknya terlalu lama berada di dalam 'dunia sunyi', Villy berusaha keras menemukan solusi. Saat itulah, beberapa teman memberinya informasi mengenai implant cochlear. Implant cochlear adalah alat yang dimasukkan ke telinga bagian dalam. Alat ini memberi bantuan pendengaran bagi pengidap ketulian total atau nyaris total. Pemasangan implant pada cochlea (ruang tempat selaput telinga) tidak sama dengan memasang alat bantu dengar (hearing aid) yang berfungsi sebagai penguat bunyi. Implant cochlear memintas bagian dalam telinga yang rusak untuk merangsang serabut syaraf indera pendengaran yang tersisa.
Aaron yang kini berusia 16 bulan, menjalani pemasangan implant cochlear pada Maret 2007 di Singapore General Hospital (SGH). Ia sama sekali tak terganggu dengan keberadaan alat itu di telinganya. Sebaliknya, ia terlihat gembira dan bereaksi ketika mendengar suara di sekelilingnya. Implant cochlear terdiri dari dua komponen. Pertama, komponen elektronik kecil yang ditanam di bawah kulit dekat cochlea. Komponen ini biasa disebut headpieces.
Kedua adalah alat yang diletakkan di bagian luar kepala untuk menangkap suara yang datang. Alat di bagian luar ini terbagi dua, yaitu alat yang secara magnetis menempel pada komponen elektronik kecil dalam kepala, dan alat yang ditempel di telinga (seperti alat bantu dengar).
Bagian dari implant cochlear yang diletakkan di luar kepala bekerja dengan menerjemahkan suara dalam bentuk sinyal elektronik tertentu. Sinyal ini kemudian mengalir lewat kabel kecil dalam headpieces. Headpieces lalu memancarkan gelombang radio kepada elektroda yang ditanam dalam cochlea. Sinyal elektroda tersebut merangsang syaraf pendengaran untuk mengirim informasi ke otak, yang selanjutnya diartikan otak sebagai bunyi yang bermakna bagi pendengarnya.
Profesor Low Wong Kein, direktur SGH Centre for Hearing and Cochlear Implants, menjelaskan, perkembangan kemampuan berbicara dan berbahasa pada anak-anak sangat tergantung pada kemampuannya untuk mendengar secara normal. Maka, pada anak yang terlahir tuli, perkembangan kemampuannya dalam berbicara akan terhambat. ''Anak harus bisa mendengar dahulu baru bisa bicara,'' katanya kepada beberapa wartawan Indonesia, termasuk Republika, di SGH belum lama ini.
Menurut Low, mendeteksi kemampuan mendengar pada bayi yang baru lahir sulit dilakukan tanpa tes tertentu. Padahal, makin muda usia anak, makin cepat proses pemulihan pendengarannya. ''Kemungkinan untuk mendengar seperti anak normal bisa mencapai 90 persen.'' Bahkan, pemasangan implant cochlear ketika usia anak sudah 2,5 hingga tiga tahun, menurut Low, sudah terlambat. Karena itu, ia menyarankan para orangtua untuk memeriksakan kemampuan mendengar anaknya sedini mungkin, yakni pada usia satu atau dua hari setelah kelahiran. Tes pendengaran tidak membutuhkan waktu lama. Cukup tiga sampai lima menit.
Implant cochlear tak hanya digunakan oleh anak-anak. Orang dewasa juga bisa menggunakan alat ini. Di SGH, sekitar 80 persen pasien implant cochlear adalah anak-anak, sisanya dewasa. Rata-rata, alat ini mampu memulihkan pendengaran sebesar 70 sampai 80 persen dari pendengaran normal. SGH merupakan rumah sakit pertama di Asia Tenggara yang melakukan prosedur implant cochlear. Sejak 1997, rumah sakit ini telah melakukan operasi pemasangan implant cochlear pada 300 pasien, 60 persen di antaranya dari Indonesia. ind
Lorong Edukasi
Mendengar untuk kali pertama, adalah sesuatu yang tidak mudah bagi anak-anak yang menggunakan implant cochlear. Karenanya, mereka butuh bantuan. Untuk itu, dibuatlah lorong edukasi bagi keluarga dan guru si anak yang menggunakan implant cochlear tersebut.
Hearing educational arcade, begitulah nama lorong edukasi yang ada di Singapore General Hospital (SGH). ''Inilah satu-satunya lorong edukasi pendengaran di dunia,'' kata Prof Low Wong Kein. Di lorong edukasi ini, keluarga dan guru diajak untuk mengetahui cara kerja implant cochlear dan dampaknya bagi kehidupan si anak. Alat untuk mengetahui kadar respons anak terhadap suara dipaparkan di lorong ini.
Dengan begitu, keluarga atau guru dapat memahami suara seperti apa yang didengar anak setelah menggunakan implant. Bagi guru, terdapat tayangan video mengenai kadar respons anak yang belajar di ruang berkarpet atau berlantai biasa. Lingkungan memang sangat berpengaruh terhadap proses perkembangan bicara anak dan kemampuannya beradaptasi dengan suara.
Bagi anak, disediakan tayangan mengenai tokoh terkenal yang memiliki keterbatasan pendengaran. Para tokoh ini diharapkan bisa menumbuhkan semangat mereka. Para tokoh yang tampil dalam tayangan itu adalah Ronald Reagan, Lou Ferigno (bintang serial televisi The Incredible Hulk) sampai Ludwig van Beethoven. Menurut Low, pembangunan lorong ini didanai oleh National Kidney Foundation Singapura. ''Tidak banyak yang tahu bahwa telinga dan ginjal sangat berhubungan. Contohnya, beberapa kasus penyakit ginjal berawal dari sakit di telinga.'' ind
Sumber : http://www.republika.co.id/koran_detail.asp?id=290381&kat_id=123
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar